27.10.01

hitam putih selalu terjadi dalam kehidupan
menghadapi bukan berlari

26.10.01

sepatu berdebu itu kini telah usang
warna hitamnya dengan bentuk tubuh tinggi menutupi betis
dan bertali keatas dengan menyilang kini rusak kewibawaannya
kegagahan dan keperkasaannya hilang akibat kekasarannya
sepatu itu kini tak pantas mendampingi seragam hijau bertotol-totol coklat
bahkan sepatu berdebu itu lebih pantas diganti dengan sandal jepit milik pedagang asongan,
pedagang kakilima atau bahkan rakyat kaum bawah
sepatu berdebu itu lebih pantas dipakaikan kepada seorang bapak pasukan kuning
yang dengan ketulusan bekerja dan keikhlasan melakukan kewajiban tanpa ada kebohongan dan kekerasan.
semoga sepatu berdebu itu cepat berganti dengan sandal jepit yang merakyat.
berjalan menyusuri sebuah pasar rakyat
melihat pedagang pasar yang membuka bedak sederhananya
bocah-bocah kecil berdiri di pojok stopan
menawarkan sebuah koran yang memuat segala peristiwa
yang terjadi di bumi nusantara
wakil rakyat sedang bersidang lagi
membahas persoalan-persoalan yang terjadi di rakyat
entah itu realita atau sebuah jubah untuk menutupi sebuah konspirasi
konspirasi tentang pengexploitasian yang menguras habis keringat rakyat
terlihat sekali di tv wakil rakyat ngobrol sesama temannya
ketika sidang membahas masalah rakyat
entah soal rakyat atau soal bagaimana bisa
mengeruk kekayaan rakyat atas nama rakyat
yang lebih parah lagi tidak sedikit wakil rakyat yang tertidur
saat membahas berapa keringat rakyat yang terkucur
untuk pengexploitasian kekayaan pribadi mereka.

25.10.01

sore hari mandi dengan sabun yang baunya menusuk hidung
dandanan menor dengan parfum murahan
baju bagian atas menonjolkan sesuatu yang sesungguhnya tak pantas
rok bagian bawah yang kesempitan memperlihatkan sesuatu
yang membuat mata setiap mata melotot penuh berahi
berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangan dengan senyuman nakal
kedipan mata genit, perempuan engkau sedang menunggu pelanggan
seribu tanya tentang apa yang kau lakukan sekarang
kesenangan, penderitaan atau terpaksa untuk menyambung hidup.
entah apalah dalam setiap langkah engkau perempuan
yang tau hanya Yang Kuasa
wanita terpasung diantara adat dan aturan-aturan
yang selalu memperkosa hak-hak wanita
dimana wanita tak lagi memiliki kemampuan
untuk melawan segala kebiasaan dan adat leluhurnya
meski dalam dirinya tersimpan rapi semangat dan kemampuan
yang melebihi kebiasaan dan adat dari leluhurnya
entah sampai kapan wanita akan selalu terpasung
berjalan dititian dibawah jembatan
diantara rumah-rumah kumuh
tepat dipojokan pembuangan sampah
wanita penggais rongsokan barang
sedang bekerja mencari barang rongsokan
yang bisa digunakan untuk menyambung hidup
bayi kusam dengan baju kumal
tergolek dalam gendongan di punggungnya
beringus dengan mata yang cekung
entah berfikir tentang apa
masa lalu, masa kini atau masa depan
masa lalu ketika ia belum diciptakan
dan dalam proses penciptaan
oleh sang raja diraja
hasil buah cinta atau pemerkosaan
semua itu masih tanda tanya
mata cekungnya terus menandakan
ia berpikir entah apa
masa kini ketika ia hidup dalam gendongan
wanita si pengais sampah.
atau masa depan yang masih penuh tanda tanya.
berjalan berdua
menaiki sepeda kehidupan
beroda dua
dengan hati yang suci
kau duduk di depan
dan aku dibelakang
kita berdua berjalan-jalan
di peta kehidupan
kuobati lukamu
kauobati lukaku
berdua tapi satu
bukan lagi aku dan kamu
tetapi kita
kita dimana
menjadikan ketulusan
dan kesucian
sebagai sebuah hasil
dari perkawinan
semoga ini awal
bukan akhir
dimana kita
dapat menggapai
kebahagiaan
yang lebih kekal
dengan sebuah kesederhanaan
dan keikhlasan
berjalan lurus menatap kedepan
menggapai impian.
bosan
otak mengkristal
melakukan semua tanpa hasil
kosong
tak ada isi
hanya berharap
sesuatu yang tak pasti
bosan
berdiri diantara kedinginan hati
berjalan diantara keletihan nurani
berlari-lari diantara kelesuan jiwa
wajah-wajah bertopeng iman
dengan dogma-dogma yang cenderung feodal
si bisu berteriak dengan keras
si buta memicingkan mata tajamnya
si tuli mendengar dengan tertekan
sedang si penjilat, si pengecut
mendengar dan menjawab "iya", "tidak"
wajah-wajah bertopeng tertawa keras menjajah hati penjilat,
pengecut dengan bertengger diatas kekuasaan
sedang si buta, si tuli dan si bisu hanya bisa diam dengan menekan-nekan
dan memendam bara api di tungku hatinya
tanpa ada kekuatan untuk memberontak
"karena dia akan jadi pemberontak"
ya...pemberontak darahnya sendiri...adatnya sendiri
serta kebiasaan-kebiasaan yang dipertuankan
sebeb wajah-wajah bertopeng sangat gila hormat dan penghargaan
karena harga mereka lebih rendah dari sampah
menggunakan dogma-dogma untuk mendoktrinasi si bodoh yang tertekan
berjuta sumpah serapah dari si bodoh untuk wajah bertopeng
semoga engkau masuk neraka dan mati dengan tersiksa
berdiri tegak di persimpangan katulistiwa
menatap dengan hati hening penuh kesunyian
karena matahari tak lagi bersinar terang dibumi pertiwiku
ibuku berselimutkan mendung tebal
yang semakin lama semakin hitam kelam
sedangkan saudara-saudaraku semakin liar
mempertahankan hidup
memakan darah sendiri
meminum keringat sendiri
tak perduli lahir dari rahim yang sama
membunuh darah sendiri
memperkosa keringat sendiri
tak perduli lahir dari batin yang sama
itulah raut-raut dari bangsaku
bukan satu tapi dua
bukan dua tapi satu
bukan setengah tapi utuh
bukan separuh tapi bulat
menatap bukan menunduk
berlari bukan berhenti
bergerak bukan merangkak
itulah hidup